Ada yang percaya bahwa selama tubuh tetap utuh dan tidak membusuk, meskipun sudah tak bernyawa, ia akan tetap dianggap hidup dan mampu berhubungan dengan orang-orang sekitar. Alasan ini juga yang melatarbelakangi masyarakat di berbagai belahan dunia melakukan pengawetan mayat. Sebuah tradisi yang dapat ditemukan di banyak tempat di dunia. Korea Utara sendiri telah mempraktikkan tradisi mengawetkan pemimpin negara.
Di Kumsusan Memorial Palace, Pyongyang, jasad Kim Jong Il beserta ayahnya dipajang di sana. Tradisi ini mengikuti Uni Soviet yang juga membalsem jenazah Vladimir Lenin. Tidak mengherankan, selain keduanya secara resmi mengantu ideologi komunisme, Uni Soviet adalah bekas negara sponsor Korea Utara semasa perang dingin di era 1980-an.
Sementara itu, Reuters baru-baru ini mengabarkan bahwa sebanyak 17 mumi ditemukan di situs kuburan kuno (nekropolis) di kota Minya, 250 km dari Kairo, Mesir. Mohamed Hamza, dekan Fakultas Arkeologi Cairo University yang ikut dalam pencarian mumi ini menyatakan bahwa mumi tersebut terdiri dari pria, wanita dan anak-anak itu diduga berasal dari masa 1.300 tahun lalu. Arkeolog telah menggali banyak benda peninggalan dalam beberapa bulan terakhir: makam bangsawan dari lebih 3.000 tahun yang lalu, 12 pemakaman yang berusia sekitar 3.500 tahun, dan patung raksasa, yang dipercaya menggambarkan Raja Psammetich I, yang memerintah dari 664 sampai 610 SM.
Tujuan mengawetkan jenazah dengan pembalsaman dalam peradaban Mesir Kuno adalah untuk menjaga agar arwah raja dapat menjadi tenang jika tubuhnya masih tetap utuh. Kepercayaan ini juga meyakini bahwa jiwa orang yang telah mati suatu hari akan kembali pada jasadnya. Pengawetan jenazah sendiri pada dasarnya adalah tindakan medis yang dilakukan dengan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup.

Pengawetan Mayat di Indonesia
Di Indonesia, peletakan tubuh jenazah yang diawetkan di tebing-tebing juga dilakukan oleh masyarakat Toraja. Setiap tahun “mumi” tersebut dibersihkan. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Ma’nene. Bagi masyarakat Toraja, kematian adalah sesuatu yang disakralkan. Kematian adalah sesuatu hal harus dihormati.
Mereka yang mati biasanya diletakkan di dalam gua, ada juga yang melihat harga keranda mayat. Selama bertahun-tahun didiamkan di sana. Bagi masyarakat di daerah Toraja utara, Baruppu, ritual Ma’nene juga dimaknai sebagai perekat kekerabatan di antara mereka. Bahkan Ma’nene menjadi aturan adat yang tak tertulis yang selalu dipatuhi setiap warga.
Pihak keluarga yang akan menjaga dan merawat jenazah. Jika tidak dilakukan dengan baik, mereka percaya di keluarga mereka akan ditimpa kesulitan. Oleh karenanya, masyarakat Toraja menghabiskan sebagian besar hidup mereka menabung agar bisa menghelat ritual tersebut dari tahun ke tahun.
Baca Juga : Alergi Bahan Pakaian, Umum Kah?
Adapun terobosan yang di kembangkan oleh pendeta di Kupang untuk pengawetan mayat adalah menggunakan rempah-rempah. Pendeta Octovina Metboki Nalle, S.Th, bersama jemaat Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Pniel Manutapen, Kota Kupang mengembangkan rempah-rempah menjadi ramuan pengawet mayat atau jenazah. Rempah-rempah ini bisa digunakan sebagai pengganti formalin yang sudah dikenal luas untuk pengawetan mayat.

Ia menjelaskan, penggunaan rempah-rempah untuk pengawetan mayat sudah ia kembangkan sejak tahun 1994 saat neneknya meninggal dunia di Sabu. Saat itu, lanjut Pdt. Octovina, ia masih kuliah. Ketika ia melakukan pengawetan jenazah menggunakan rempah-rempah, jenazah bisa bertahan sampai satu minggu baru dimakamkan.
Menurutnya, selama ini penggunaan rempah-rempah untuk mengawet mayat belum dikembangkan secara luas karena ia belum yakin dengan temuannya ini. “Saya khawatir belum diterima oleh masyarakat umum karena orang sudah terbiasa menyuntik formalin pada jenazah,”
Selain diminum dan ditaburkan pada tubuh jenazah, rempah ini juga bisa disuntik, tetapi karena dirinya bukan tenaga kesehatan, sehingga ia melakukannya secara alamiah.
Octovina mengatakan, rempah-rempah sebagai pengawet jenazah didapatkan sebagai anugerah dari Yang Maha Kuasa. Selain rempah-rempah untuk pengawetan mayat, ia juga sudah membuat rempah obat-obatan herbal, seperti sirup diabetes, minyak untuk sakit stroke, vertigo, migran, dan kerusakan saraf. Bahkan bisa digunakan untuk menyembuhkan orang gila.
Ramuan Tradisional
Pala, daun teh golopara, adas, daun pandan, cuka, kencur. Pengolahan :
Semua bahan yaitu pala, daun teh, adas dan cuka diulik atau diblender hingga merata Penggunaan
* Taburkan pada jenazah
* Bisa juga diminumkan setengah gelas pada jenazah
* Jenazah baru meninggal dua jam
* Bila jenazah ada luka ditaburi minyak kayu putih
Untuk penggunaan formalin yang disuntik biasanya satu jenazah satu liter, tetapi disesuaikan dengan ukuran badan. Kalau badan besar, penggunaan formalin bisa lebih dari satu liter. Selama ini, jelas Okto, formalin di rumah sakit tidak dibeli dan tidak dijual, karena keluarga yang berduka mendapatkan cuma-cuma.
Baca Juga : Tips Pemasaran Produk Herbal dan Kencantikan
FORMALIN adalah bahan yang dibuat untuk tujuan pengawetan, misalnya mengawetkan binatang atau organ, termasuk untuk jenazah. Formalin memang murah, mudah didapat dan regulasi tidak ketat sehingga secara umum dipakai oleh masyarakat. Mau beli sendiri juga bisa dan gampang pakainya. Siapa saja bisa pakai.
Tapi bahaya yang kadang tidak disadari adalah sulit diurai di dalam tanah. Jadi dipakai pada jenazah, kandungan formalin itu akan lama tinggal di dalam tubuh. Tidak gampang terurai dan bisa bertahun-tahun. Bahayanya adalah waktu merembes masuk ke tanah terbawa dan mencapai sumber air tanah. Itu akan terjadi bencana untuk kita.

Kalau ada ramuan alternatif seperti rempah-rempah bagus sekali, asalkan bisa dibuat karena sejak dulu sudah dikenal. Misalnya, pada zaman Mesir. Prinsipnya sama untuk pengawetan. Bahkan, di Papua juga memakai bahan alternatif misalnya membuat mumi. Sampai bertahun-tahun, tetapi perawatan membutuhkan teknik khusus dan bahan yang lebih banyak, serta mungkin lebih mahal.
Itulah sedikit ulasan yang bisa kami bahas, mengenai bahan alami untuk proses pengawetan mayat di Inodenisa. Dari situ kita bisa beralih dari bahan kimia yang bisa menimbulkan banyak bahaya, menuju kepada rempah alami yang mengandung banyak manfaat. Semoga bermnafaat dan terimakasih.